Aku berjalan melewati perkampungan ini dengan mata
yang entah enggan menunduk. Ia terus memaksaku untuk melihat ke sekeliling.
Memperhatikan setiap hal yang kami lalui. Aliran sungai yang terus saja
bergerak membawa apapun yang mampu ia alirkan bersama arusnya. Dedaunan yang
menari menyambut desiran angin semakin menambah keasrian suasana tempat ini.
Sejenak kami berhenti pada tikungan yang jalannya sedikit menanjak dan
setelahnya kami dapati jembatan bambu yang cukup kuat saat kami tapaki. Disana
ia membisikkan cerita bahwa tempat itu dulunya adalah arena anak-anak bermain
yang kini masih juga difungsikan sebagai mana dahulu. Air yang bening itu
seolah-olah tersenyum tulus dan kami rasakan lewat kesegarannya. Sejak saat itu
kami berjanji bahwa kami akan berusaha menjadi teman yang baik untuknya.
Belum sempat beranjak kami dari tempat ini,
datanglah seseorang yang usianya sudah senja. Warga disini memanggilnya Eyang
Sabdo. Dengan tongkat kayu Beliau berjalan dengan hati-hati. Sesaat Beliau
tersenyum tak nampak oleh kami giginya. Beliau dikenal sebagai orang tua yang
begitu santun dan pribadii yang ramah. Bagi kami Beliau adalah sosok yang juga
bijaksana. Dalam langkahnya beliau tampak menagtur nafasnya yang juga sudah
tidak sekuat seperti saat mudanya. Kami segera beranjak untuk mendekati Beliau
dan mempersilakan Beliau untuk duduk diatas batu yang berada disisi jembatan.
Beliau menguraikan senyumnya yang Nampak begitu bahagia. Bertuturlah Beliau
bahwa sungguh sangat senang rasanya bisa melihat kalian tumbuh dewasa dan tetap
sopan kepada orang tua seperti eyang ini. “Bagiku menjadi kebahagiaan
tersendiri saat melihat kalian tumbuh dewasa, meskipun tidak setiap hari aku
bisa melihat kalian, mendengar kalian tumbuh dan bahagia saja eyang sudah
sangat bahagia”.
Dalam diam aku merasakan bahwa setiap kebaikan
yang dibenarkan akan membawa keberkahan dalam hidup kita. Satu hal yang sering
dicari manusia adalah kebahagiaan hidup baik di dunia sekarang atau pun hidup
di hari esok. Jika setiap diri kita sadar bahwa sejatinya kita mencari
kebahagiaan, sudah pasti kita harus melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan
kebahagiaan tersebut, bukan sebaliknya. Kebahagiaan sejati tentu bukan yang
membuat orang lain menderita (dalam arti positif). Ketika ada tetangga atau
saudara kita yang mendapatkan sesuatu kabar yang membahagiaakan tentu kita
tidak akan menghina atau merendahkannya jika dalam jiwa kita tak berpenyakit.
Namun, jika dalam hati kita ada penyakit bisa saja kita iri atau bahkan
berharap kebahagiaan tetangga kita tersebut segera hilang .
Sederhana memang jika dalam kebersamaan hidup kita
mengedepankan rasa kekeluargaan. Bersikap layaknya manusia yang rendah hati,
berjalan tanpa rasa sombong atau ingin menjadi pusat perhatian. Segera mengkui
kesalahan jika memang kita melakukannya. Segala sesuatu yang didorong karena
ego/nafsu memang tidak akan membawa kebaikan sehingga meredamnya adalah sebuah
anjuran yang tidak bisa kita tolak. Menyambung silaturrahmi dengan tetangga
yang kemudian dilanjutkan dengan menjaganya adalah hal pokok untuk membangun
tatanan masyarakat yang kokoh.